manusia dan kebutuhan doktrin agama
skipto main | skip to sidebar Refleksi Spiritual tebar cinta damai Senin, 18 Februari 2008 Budaya dan Spiritualitas Keagamaan Oleh Adeng Muchtar Ghazali Pengantar Makalah ini untuk menganalisis hubungan budaya dan agama pada masyarakat. Apakah agama mempengaruhi terhadap budaya, begitu pula sebaliknya, apakah budaya mempengaruhi pola pikir
Jawaban Ajaran pembenaran melalui iman adalah yang membedakan keKristenan yang alkitabiah dari agama-agama lainnya. Di dalam setiap agama, dan di dalam agama yang mengaku "Kristen," manusia sedang berupaya menghampiri Allah. Hanya di dalam agama Kristen yang alkitabiah manusia diselamatkan sebagai akibat dari kasih karunia Allah melalui
Sekretariat Wisma Bersama, lt. 1 Jl. Salemba Raya 24 A-B, Jakarta Telp. (021) 392 4229 Bank : BCA Cabang Matraman Jakarta Rek. Operasional no. 342 323 323 7
Volume3 Nomor 1 (2019) 1-16 DOI: 10.15575/cjik.v3i1.5033 ke Esaan Tuhan, kesatuan agama, dan persatuan seluruh umat manusia. Dari beberapa Pertama, agama sebagai suatu doktrin dan ajaran yang termuat dalam kitab-kitab suci,
MANUSIADAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA (METODE STUDY ISLAM) Maret 26, 2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan ciptaan Allah Swt yang diciptakan dari saripati tanah untuk menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Dalam kehidupan manusia butuh tuntutan dari agama agar
Site De Rencontre Entierement Gratuit En Belgique. RESUME METODOLOGI STUDI ISLAM MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA,FUNGSI AGAMA DAN RASA INGIN TAHU MANUSIA TENTANG SEGALA SESUATU YANG ADA OLEH ABDUSSALAM FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH INSTITUT AGMA ISLAM HAMZANWADI PANCOR TAHUN 2013 MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA,FUNGSI AGAMA DAN RASA INGIN TAHU MANUSIA TENTANG SEGALA SESUATU YANG ADA A. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Dari sini dapat dinyatakan bahwa setiap umat yang ada di atas permukaan bumi, yaitu sejak manusia itu hidup tidak bisa lepas dari akidah dan agama. Demikianlah sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Artinya “Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan”. Fathir 24 Yang dimaksud dengan kebenaran di sini ialah agama tauhid dan hukum-hukumnya. Yang dimaksud dengan pemberi peringatan adalah seorang nabi, rasul, atau seorang yang alim yang mewarisi ilmu-ilmu para nabi. Ia memberi peringatan kepada semua umat tentang akibat kekufurannya kepada Allah, kepada kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, syariat-syariat-Nya, dan mengancam mereka dari bahaya syirik kepada Tuhan, berbuat maksiat kepada-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, dan apa yang menyertainya, yaitu penyimpangan perilaku berupa kezhaliman, kejahatan dan kerusakan Pengertian Manusia Manusia adalah makhluk hidup yang berbadan tegak, yang kulitnya tampak tidak tertutup bulu, tampak kulitnya, mempunyai akal, pemikiran, akhlak yang utama emosi yang selalu berubah-ubah, perasaan yang benar, daya nalar yang sehat, serta perkataan yang fasih dan jelas. Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina air mani. Dia menciptakan Adam, manusia pertama dari tanah dengan tangan-Nya dan meniupkan roh ciptaan-Nya, lalu darinya Dia ciptakan Istrinya, Hawa. Dia ajarkan kepadanya nama-nama, lalu menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, maka mereka semua bersujud kecuali Iblis yang menolak. Dia melarangnya untuk makan dari satu pohon, lalu dia lupa dan memakannya, maka, dia telah berbuat maksiat dan durhaka karenanya. Lalu dia menerima beberapa kalimat dari Allah dan mengucapkannya, maka Allah menerima taubatnya, kemudian menurunkannya ke bumi sebagai khalifah setelah sebelumnya Dia mempersiapkan bumi itu baginya, dan menyediakan segala apa yang ada di bumi untuk memenuhi kebutuhannya. Itulah manusia dalam keyakinan kita. Dan keyakinan kita tentang manusia ini bersumber dari wahyu langit, yang tidak ada jalan untuk membandingkan, meneliti atau mencari dalil tentangnya, karena hal seperti itu tidak bisa diketahui tanpa berfirman tentang penciptaan Adam, Artinya Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia Adam dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Al-Hijr26 Allah juga berfiman tentang penciptaan manusia, Artinya “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh rahim. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”. Al-Mukmin12-14 2. Pengertian Agama Pengertian agama dari segi bahasa antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din ﻴن د dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntunan. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia. Pada umumnya, kata “agama” diartikan tidak kacau, yang secara analitis diuraikan dengan cara memisahkan kata demi kata, yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama” berarti “kacau”. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan. Adapun kata religi berasal dari bahasa latin. Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian itu sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dari beberapa definisi tersebut, Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan sehari-hari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat di tangkap oleh pancaindera. Adapun pengertian agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Elizabet K. Nottinghamdalam bukunya Agama dan Masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat di mana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Selanjutnya karena demikian banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan para ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa dapat diberi definisi sebagai berikut 1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus di patuhi; 2. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang menguasai manusia; 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia; 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulakan cara hidup tertentu; 5. Suatu sistem tingkah laku code of conduct yang berasal dari kekuatan gaib; 6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib; 7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia; 8. Ajaran yang diwariskan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul. Pada semua definisi tersebut di atas, ada satu hal yang menjadi kesepakatan semua, yaitu kepercayaan akan adanya sesuatu yang agung di luar alam. Namun, lepas dari semua definisi yang ada di atas maupun definisi lain yang dikemukakan oleh para pemikir dunia lainnya, kita meyakini bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Dari sini, kita bisa menyatakan bahwa agama memiliki tiga bagian yang tidak terpisah, yaitu akidah kepercayaan hati, syari’at perintah-perintah dan larangan Tuhan dan akhlak konsep untuk meningkatkan sisi rohani manusia untuk dekat kepada-Nya. Meskipun demikian, tidak bisa kita pungkiri bahwa asas terpenting dari sebuah agama adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang harus disembah. B. FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari beberapa aspek. Diantaranya adalah aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, asal usulnya antropologis dan moral ethics. Dari Aspek Keagamaan Religius Agama menyadarkan manusia, tentang siapa penciptanya. Secara Asal usul Antropologis Agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi Kemasyatakatan Sosiologis Sarana-sarana keagamaan sebagai lambang-lambang masyarakat yang kesakralannya bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh seluruh anggota masyarakat. Dan fungsinya untuk mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban Kejiwaan Psikologis Agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara Moral Ethics, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik akhlaq mahmudah C. RASA INGIN TAHU MANUSIA Human Quest for Knowledge Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan panca indra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba trial and error, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya, dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syaratkebahagiaandirinya.
MAKALAH MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam MSI Dosen Pengampu Aliyandi A. Lumbu, Disusun Oleh Aisyah Azzahra 1803012003 Lilian Dona Putri Bunga 1803011003 FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN METRO KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya kelompok kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tak lupa pula kami ucapkan salam dan shalawat kepada nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah. Makalah kami susun untuk memenuhi tugas kelompok Metodologi Studi Islam dan diharapkan pembaca dapat memahami dan memperluas ilmu tentang “Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai dari itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah makalah ini bermanfaat bagi makalah ini memiliki kelebihan dan penyusun mohon saran dan kritiknya yang bersifat kasih. Wassalamua’laikum Wr. Wb Metro, 14 Oktober 2018 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i KATA PENGANTAR....................................................................................... ii DAFTAR ISI...................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Agama................................................................................... 2 B. Agama dan Perkembangannya........................................................... 3 C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama .............................................. 4 D. Fungsi Agama dalam Kehidupan....................................................... 6 E. Rasa Ingin Tahu Manusia................................................................... 7 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... 8 B. Saran................................................................................................... 8 DAFTAR PUSTAKA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti makhluk-makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan mempunyai dua fungsi yaitu individu dan fungsinya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya, sedangkan secara social manusia memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakat. Petunju-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan hadist, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis,berorientasi pada kualitas, kemitraan, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikap positif lainnya. B. Rumusan Masalah 1. Apa Definisi Agama ? 2. Bagaimana Agama dan Perkembangannya? 3. Bagaimana Kebutuhan Manusia Terhadap Agama ? 4. Apa Fungsi Agama Dalam Kehidupan ? 5. Apa Rasa Ingin Tahu Manusia ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Definisi Agama 2. Untuk mengetahui Agama dan Perkembangannya 3. Untuk mengetahui Kebutuhan Manusia Terhadap Agama 4. Untuk mengetahui Fungsi Agama Dalam Kehidupan 5. Untuk mengetahui Rasa Ingin Tahu Manusia BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Agama Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan, kekuasaan, atau secara etimologis juga berasal dari bahasa Sanskerta dari gabungan “a” yang artinya tidak dan “gama” artinya kacau, jadi agama artinya tidak kacau. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan. Agama juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya kepercayaan dan penyembahan Tuhan. Secara terminologi menurut sebagian orang, agama merupakan sebuah fenomena yang sulit Smith mengatakan, "Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat diterima".Meski demikian, para cendekiawan besar dunia memiliki definisi, atau yang lebih tepatnya kita sebut dengan kesimpulan mereka tentang fenomena agama. Agama adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral, yakni katakanlah, benda-benda yang terpisah dan terlarang kepercayaan-kepercayaan dan peribadatan-peribadatan yang komunitas moral yang disebut gereja. Langkah lebih lanjut yang menimpang dari pendefinisian agama hanya dengan mengacu kepercayaan-kepercayaan diambil oleh para sarjana yang secara eksplisit memilih definisi fungsional.[1] Dilihat dari aspek duniawinya, atau lebih tepat dalam kehidupan masyarakat, agama merupakan sumber nilai dan kekuatan mobilisasi yang sering menimbulkan konflik dalam sejarah umat manusia. Selanjutnya, karena banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan oleh para Ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa agama dapat diberi definisi sebagai berikut 1. Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. 2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan manusia. 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. 5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib. terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. 6. Pemujaan kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. 7. Yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rosul Jadi, agama adalah suatu kepercayaan, keyakinan kepada yang mutlak, yang dimana keyakinan tersebut dianggap yang paling benar. B. Agama dan Perkembangannya Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara . Hal ini mudah diterima akal, karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.[2] Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga para mubalig Islam, banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah di-Islamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga muslim. Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara yang bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, dan tertarik masuk Islam. Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai. Kerajaan ni berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe Aceh Utara, rajanya bernama Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh. Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatera, peisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah. C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan menjelaskan perlunya manusia terhadap agama sebagai tiga faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu 1. Faktor Kondisi Manusia Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus yang jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik tersebut adalah makan-minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas jasmani yang rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis mental tersebut adalah pendidikan agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang. Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Jika dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan akal dan pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia memiliki aspek rohaniah yang adalah satu-satunya yang mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata dengan kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama akalnya manusia mengakui adanya hati nuraninya manusia menyadari bahwa dirinya tidak terlepas dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya, dengan kehidupannya, dan lingkungannya. 3. Faktor Struktur Dasar Kepribadian Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu Aspek Das es yaitu aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. D. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia adalah mahluk yang memiliki rasa keagamaan, kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai manusia didunia yaitu ibadah dan mengabdi kepadanya. Fungsi agama yaitu sebagai pustaka kebenaran, dimana agama diibaratkan sebagai suatu gedung perpustakaan dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengambil suatu keputusan antara yang benar dan yang salah.[3] Manusia menyelesaikan tantangan-tantangan hidup dengan menggunakan agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan dalam menolong manusia. Fungsi agama dalam kehidupan antara lain Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran tentang boleh tidaknya suatu perbuatan, cara beribah, dll dengan perantara petugas-petugasnya fungsionaris. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. 3. Fungsi Pengawasan Sosial Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral yang dianggap baik dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern. 4. Fungsi Memupuk Persaudaraan Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan. Mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.[4] E. Rasa Ingin Tahu Manusia Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika yang diketahuinya hanya “saya tidak tahu”. Petunjuk Allah, akal dan segala potensi manusia, ilmu dan teknologi sebagai produk dari akal, adalah untuk melaksanakan program hidup melaksanakan program hidup dan alat untuk mencapai tujuan hidup manusia. Baik disadari maupun tidak disadari, akal dan potensi yang dimiliki manusia terbatas dalam memenuhi segala hajatnya, manusia hanya dapat mecoba, mempelajari, meneliti, memahami dan memanfaatkan yang ada pada dirinya dan yang ada pada alam semesta.[5] Keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya yang semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah apabila tak ini yang disebut rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. Dari ulasan sederhana di atas dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Penulis menyadari penyusunan tugas ini masih banyak kekeliruan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun. Semoga makalahi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khusunya. DAFTAR PUSTAKA Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam. Bogor Ghalia Indonesia,2005 Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung Remaja Rosdakarya,2009 Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Jakarta Prenada Media, 2004 Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat Dan Agama. Surabaya PT. Bina Ilmu, 1982 Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta. CV. Rajawali Press, 1998 [1] Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Jakarta Prenada Media, 2004, [2] Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam. Bogor Ghalia Indonesia,2005, [3] Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat Dan Agama. Surabaya PT. Bina Ilmu, 1982, [4] Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung Remaja Rosdakarya,2009, [5] Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta. CV. Rajawali Press, 1998,
Tolong nilai artikel ini di akhir tulisan. FOLLOW untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Follow Us Judul Psikologi Agama Sebuah Pengantar Penulis Jalaluddin Rakhmat Penerbit Mizan Bandung Cetakan Agustus 2003 Tebal Xvii+247 Halaman Harga Rp Beberapa dekade lalu, wacana seputar agama pernah diperdebatkan dalam kaitannya dengan ilmu-pengetahuan. Kebanyakan pemikir modern melihat, pada kenyataanya agama merupakan sekumpulan doktrin yang dilegitimasi oleh “prasangka-prasangka” manusia di luar rasionalitas. Sementara, ilmu pengetahuan yang nota bene mengedepankan rasionalitas sangat keras menolak doktrin. Dikotomi ini pada perkembangan selanjutnya juga berimplikasi pada pemahaman bahwa masyarakat yang telah memasuki gerbang rasionalitas akan berkurang keyakinannya terhadap agama, terutama agama formal yang terinstitusi institutionalized religion. Semakin rasional seseorang, semakin menjauh dia dari ritual agama. Sebaliknya, manusia yang kurang tersentuh rasionalitas, dengan sendirinya akan kuat menyakini ajaran agama. Fakta sosiologis banyak mendukung pemahaman demikian. Dalam masyarakat modern –seperti di negara-negara Eropa dan Amerika– banyak orang yang tidak lagi mengindahkan agama. Sementara itu, di banyak negara berkembang yang transformasi ilmu pengetahuannya masih lamban, masyarakatnya masih sangat kuat meyakini ajaran agamanya. Namun kenyataan tersebut hanya ada persepsi sosiologis. Di luar itu, ada sejumlah fenomena yang tidak sepenuhnya berada dalam persepsi demikian. Sebagai contoh, sekarang kita banyak menemukan masyarakat yang hidup dalam situasi modern, percaya akan rasionalitas, namun tetap memegang ajaran agamanya secara kuat. Lebih dari itu, di negara-negara yang sudah maju, banyak juga ditemukan gejala lari ke agama dalam bentuk-betuk lain seperti sekte-sekte. Inilah beberapa fenomena yang tidak terbantahkan. Kenyataan yang demikian setidaknya disebabkan oleh berbagai macam hal. Salah satunya karena modernitas sendiri tidak selalu memberi perbaikan bagi kondisi umat manusia. Modernitas tak mampu mengatasi berbagai problem dan misteri kehidupan yang menerpa manusia. Bahkan, modernitas sebagai bagian dari proyek kemajuan rasionalitas, nyatanya hanya memberikan konstribusi positif bagi kelas yang dominan. Mereka-mereka yang terpinggirkan mengalami marginalisasi atau keterasingan dari kemajuan zaman. Situasi inilah yang membuat mereka tergerak untuk menemukan alternatif atau pegangan, karena modernitas bukan lagi rumah yang damai untuk kehidupan. Agama sebagai salah satu ajaran yang memberi tuntunan hidup ternyata banyak dijadikan pilihan. Hanya saja, mengapa agama menjadi pilihan sebagian orang dalam zaman yang serba canggih ini? Kenapa mereka tidak memilih ideologi yang nota bene lahir dari rahim modernitas? Ada indikasi kuat bahwa di dalam agama terdapat banyak nilai yang bisa dimanfaatkan manusia ketimbang ideologi. Ini disebabkan karena ideologi, hanya membuka diri pada hal-hal yang sifatnya rasional. Dan itu justru membatasi berbagai kepentingan manusia. Sementara agama dengan keleluasaannya memberi banyak ruang. Orang bisa beragama dengan memasukkan banyak rasionalitas, sebagaimana pengalaman para pemikir-pemikir keagamaan yang hidup dalam dunia akademik. Sebaliknya, orang juga bisa dengan leluasa memeluk agama dan merasakan nilai-nilai positifnya tanpa harus capek-capek menggunakan potensi akalnya untuk berpikir. Bagi mereka yang termarginalisasi atau bahkan hidupnya dimanja oleh modernitas, agama juga tetap memberik tempat. Agama memberi tempat bagi semua. Di atas keterbukaan inilah agama seringkali menjadi fenomena yang cukup unik dalam masyarakat. Di dalam dimensi-dimensi agama, terdapat banyak varian yang cukup sulit untuk digeneralisasi oleh paradigma sosiologi. Jalaluddin Rakhmat, dalam buku ini melukiskan secara metaforis “Agama adalah kenyataan terdekat sekaligus misteri terjauh. Begitu dekat, karena ia senantiasa hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di rumah, kantor, media, pasar, dan di mana saja. Begitu misterius, karena ia sering tampil dengan wajah yang sering tampak berlawanan memotivasi kekerasan tanpa belas kasihan, atau pengabdian tanpa batas; mengilhami pencarian ilmu yang tertinggi, atau menyuburkan takhayul dan superstisi; menciptakan gerakan paling kolosal atau menyingkap misteri ruhani yang paling personal; memekikkan perang paling keji atau menebarkan kedamaian paling hakiki.” hlm. 1. Agama adalah juga fenomena sosial. Agama juga tak hanya ritual, menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya belaka, tapi juga fenomena di luar kategori pengetahuan akademis. Sebagian manusia mempercayai agama, namun tidak pernah melakukan ritual. Yang lain mengaku tidak beragama, namun percaya sepenuhnya terhadap Tuhannya. Di luar itu semua, kita sering menyaksikan, dalam kondisi tertentu –semisal kesulitan hidup atau tertimpa musibah– manusia cenderung berlari kepada agama. Sebaliknya, pada saat dirinya hidup dalam kondisi normal, mereka seringkali tidak peduli terhadap agama, bahkan mengingkari eksistensi Tuhannya. Berangkat dari fenomena demikian, psikologi agama merupakan salah satu cara bagaimana melihat praktek-praktek keagamaan. Dengan paradigma psikologi, Jalal mencoba mengatasi kebuntuan analisis seputar fenomena keagamaan yang sangat beragam seperti dewasa ini. Psikologi yang dimaksudkan buku ini tentu tidak melihat agama sebagai sebuah fenomena langit yang sakral dan transenden. Sebuah lahan garapan teologi. Yang ingin dilakukan Jalal adalah membaca keberagamaan sebagai fenomena yang sepenuhnya manusiawi. Ia menukik ke dalam proses-proses kejiwaan yang mempengaruhi perilaku kita dalam beragama, membuka “topeng-topeng” kita, dan menjawab pertanyaan yang berbunyi “mengapa”. Psikologi, karena itu, memandang agama sebagai perilaku manusiawi yang melibatkan siapa saja dan di mana saja hlm. 248. Sebagai gejala psikologi, agama rupanya cukup memberi pengertian tentang perlu atau tidaknya manusia beragama. Bahkan bila dicermati lebih jauh, ketika agama betul-betul tak sanggup lagi memberi pedoman bagi masa depan kehidupan manusia, kita bisa saja terinspirasi untuk menciptakan agama baru, atau setidaknya melakukan berbagai eksperimen baru sebagai jalan keluar dari berbagai problem yang menghimpit kehidupan. Buku ini layak dibaca. Selain kita akan diperkaya oleh landasan-landasan pemikir besar dunia, kita juga akan diarahkan untuk tidak bersikap hitam-putih dalam melihat praktek-praktek keagamaan maupun ajaran agama itu sendiri. Selamat membaca! LIKE untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan
Abstract Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan minta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Ini dialami oleh setiap manusia. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Tuhannya. Untuk itu manusia diperintahkan mengagungkan dan mensucikan-Nya.
100% found this document useful 1 vote3K views8 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote3K views8 pagesManusia Dan Kebutuhan Doktrin AgamaJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
manusia dan kebutuhan doktrin agama